Pintu Putih di Jumat Kelabu

Seperti seluruh cerita dalam sebuah kisah apapun, semua dimulai dengan peristiwa yang berjalan dengan baik-baik saja. maka cerita yang akan ku sampaikan hari ini, dimulai dengan biasa-biasa saja.

Pagi itu, aku memutuskan menentukan takdirku sendiri. mengerjakan skripsi dipagi hari, bimbingan skripsi, shalat jumat, bimbingan dengan pembimbing akademik. serta pulang kerumah di indramayu.

Semua berjalan baik-baik saja sampai tiba saat dimana aku shalat jumat. saat itu, hal yang ku kenakan hanyalah sebuah sarung berwarna coklat dengan celana kolor merah di dalamnya. Sebuah kaos belang, sajadah berwarna biru, dan hanya beralas sandal jepit.

(usai shalat)
Di tanganku hanya tergenggam sebuah kunci dan uang kertas dua ribu rupiah yang kebetulan masih kubawa karena kotak amal masjid sedang tak berkunjung di depanku.

Dengan perasaan masih biasa-biasa saja, hari itu kurencanakan pukul 1 siang aku akan pergi ke kampus untuk bimbingan dengan dosen pembimbing akademik. lalu aku harus pulang karena sebelumnya ibuku dengan suara seraknya menelponku dan memintaku untuk pulang. Paling tidak akau harus pulang pukul dua siang agar aku bisa sampai dirumah saat maghrib.



***

12.30
Aku sampai di depan pintu kosan ku usai shalat jumat.
Aku masukan kunci yang kugenggam dan memcoba membuka pintu putih di depanku.
namun naas...
Pintu tak pernah bisa terbuka.
Kunci yang kugenggam kuperhatikan sudah rusak di ujungnya. dia sudah tak seperti dulu lagi.

Tak habis akal...
Aku ingat beberapa kunci cadangan dibeberapa tempat, memang mereka juga agak rusak. Tapi biasanya bekerja dengan baik untuk saat-saat mendesak.
Tapi sayang, ketiganya.. kunci yang kugunakan tak berhasil dengan baik.
beberapa menit berlalu...
(mungkin hampir setengah jam)
Dan semua masih hanya kesia-siaan.

Aku tak ingat berapa kali aku harus membanting kunci, berapa kali aku harus memukul pintu.
Berharap mereka mengalah dan mengasihani aku.
Bahkan gagang pintu itu juga lepas, karena ku tarik.

Sepanjang waktu itu pula-lah aku berpikir, bagaimana aku harus membuka pintu ini.
Membuka dengan paksa, hanya akan merusak pintu. dan itu artinya setelahnya aku harus memperbaikinya. dan artinya... aku tak bisa pulang sore ini.
Tak ada pilihan lain. Permasalahan ini hanya bisa diselesaikan dengan cara halus.
"membuat Kunci yang baru"
Membawa Model kunci yang ada, dan meminta tukang kunci membuat kunci dengan model yang serupa.
(Mungkin ini pilihan paling baik)

Tapi permasalahanya.
Aku hanya menggenggam uang dua ribu.
Kemana aku harus mencari uang tambahan.
Meminjam Ke siapa?
HP ku bahkan ada di dalam kamar.
Beberapa kali terdengar berbunyi karena ada pesan yang masuk.

Pilihanku Cuma dua :
Meminjam uang ke warung sekitar tempat ku biasa membeli.
Atau aku bisa ke kampus dan meminjam uang ke orang yang ku kenal. mungkin ke teman satu bimbingan.
(Tapi aku cuma pake sarung)
What the hell... !!!!
Aku harus ke kampus dan ikut bimbingan dengan sarung dan sendal jepit.

Butuh puluhan menit sampai aku menyadari.
"Mungkin cara kedua adalah yang terbaik pikirku"
Persetan dengan Uang, dengan HP. dan persetan dengan setan itu sendiri.

Dengan menggunakan celana jeans yang kuambil dari jemuran di kosanku. aku berangkat menuju kampus disertai dengan kaos, dan sepatu yang memang biasa ku simpan diluar. Sebenarnya Aku juga bertanya-tanya, entah ini celana siapa. Tapi siapapun pemilik celana ini, asep amir maupun bapak kos, aku berterima kasih.
Dan tahukah kalian apa yang paling tidak mengenakan dari memakai celana orang lain?
Salah satunya adalah ukuranya yang sama sekali tak pas. Alhasil, sepanjang jalan ke kampus, aku harus memasukan kedua tanganku di dalam saku. sesekali berkacak pinggang.
orang-orang melihat, mungkin berpikir anak sombong yang sok keren, sok banyak duit, sampai-sampai kedua tanganya gak mau pergi dari saku.
Padahal sih bukan apa-apa.
Saya cuma takut mlorod doang. malu kalau harus ngeliatin celana kolor merah saya yang pendek. :D

13.20
Dari sudut kampus,
Aku Berharap bisa bertemu seseorang yang bisa kupinjami uang dan tukang kunci yang bersahabat.

***

Terima kasih untuk saudaraku sejurusan, Ufiq...
Atas Pinjaman Uangnya, yang sampai saat ini ku tulis belum ku kembalikan.
Perjumpaanku disini dengan keluargaku, adalah hasil dari kebaikanmu.

Baca Juga :
Daftar Isi Blog

Beri Artikel ini Plus 1 :

0 comments:

Post a Comment

Entri Populer


Mau punya buku tamu seperti ini?
Klik di sini

Kumpulan Link