Ayah, dan Pedal Sepeda Miliknya

http://www.eljegebe.com
Layaknya sebuah cerita dalam film-film religi, saat seseorang diberikan cobaan dengan diberi sakit. Sikapnya berubah dan menjadi seorang yang lebih baik. Paling tidak, seperti itu lah kurang lebih gambaran yang terjadi dengan ibuku saat ini. Berubah menjadi sedikit lebih baik. Malam sebelumnya dia memaksa ayahku untuk menyumbangkan beberapa puluh ribu rupiah ke Mushola.
Dan hari ini, dua hari sebelum idul fitri, Ibu meminta saya dan ayahku untuk berkunjung ke rumah seorang saudara (istri dari adik ayah) di daerah majalengka, desa baturuyuk kec. Dawuan.
Adik ayahku sendiri meninggal 2 tahun yang lalu (2012) karena sakit. Meninggalkan seorang istri dan dua orang anak yang masih sangat kecil.
Hingga tahun 2014, idris anak yang paling sulung bahkan baru kelas 5 SD.

Jika ditanya, siapa saudara ayah yang paling susah hidupnya. Maka semua jawaban ayah akan tertuju pada keluarga ini. Di tambah sekarang mereka hidup tanpa seorang kepala keluarga.
Penghasilan yang umum diperoleh di daerah ini adalah membuat genteng dari tanah liat dengan penghasilan sekitar 25 hingga 30 ribu. Itupun dengan tenaga dan waktu yang besar tentunya.
Rumah dari saudara ayahku ini bisa dibilang sangat kecil, hanya sekitar 4 x 8 meter kupikir.
Terbagi menjadi sekitar 4 ruang dan 1 teras, berlantaikan semen.
Tak ada benda istimewa, semua perabotan kayu seperti kursi tamu, lemari, kasur dan lain lain, sudah menjadi asing dari awal penciptaannya.


Disinilah kami berdua hari ini. Untuk misi kemanusiaan.
Ketika ku menatap orang-orang dengan ekonomi yang lebih dibawah dari pada keluargaku.


Ku jadi selalu ingat sebuah kisah yang dulu pernah terjadi kepada ayahku.

Ayah, dan Pedal Sepeda
Dahulu ayahku pernah bercerita tentang dia dan pedal sepeda miliknya.
(Saat itu aku munglin SMP)

Disuatu siang dimana seperti biasa dia harus pergi ke sawah di wilayah pendalem1 dengan menggunakan sepeda. Tak terlalu jauh sebenarnya. Hanya sekitar 40 menit mengayuh, jika menggunakan pendekatan waktu yang normal dan biasa. Namun, di hari itu semua menjadi berbeda.

Dengan hanya mengenakan sebuah kaos, celana, dan topi. Ayahku berangkat mengayuh sepeda kesawah. Seperti biasanya pula, dia tak pernah membawa uang, karena semua uang masuk dan keluar dikeluarga ini memang ibu lah satu-satu nya orang yang mengaturnya. hal yang ayah ketahui dan lakukan, hanyalah bekerja, bekerja, dan bekerja. Inilah hal yang juga membuat ku bangga dan kagum pada ayahku. Dia tak pernah mengeluh, dan menerima segala sesuatunya dengan lapang dada. Qanaah, menerima apa adanya hidup. Meski saya selalu berpikir bagaimana jika beliau ingin membeli sesuatu. sekedar Es, makanan ringan, atau apapun ?

Dan begitulah yang terjadi,
Sepeda yang ayah naiki rusak. Tepatnya pedal sepeda kiri yang ia gunakan rusak dan berputar tak karuan tiap ia kayuh, alhasil membuat kakinya yang tanpa alas kaki itu selalu lepas karena teramat susahnya sepeda tersebut untuk di kayuh. Gambaran yang ingin ku katakan pada intinya adalah, itu adalah salah satu perjalanan yang sangat menyusahkan dan penuh penderitaaan.

Dua orang perempuan yang naik menggunakan sepeda motor menghentikan ayahku yang tengah mengayuh sepeda dengan payahnya. berbicara, mengobrol panjang lebar dengan ayahku dan mengungkapkan keperihatinanaya sampai akhirnya bertanya :
(Dengan Kalimat yang di padatkan)

"Kenapa itu pak, ko naik sepedanya kaya gitu?"
"Iya, pedalnya rusak, susah dikayuhnya"
"Diperbaiki dulu aja pak, dimana itu diperbaikinya, bawa uang nggak?"
"Lagi gak bawa uang, mba"
"Oh, biasanya berapa memang harganya itu pak buat ngebenerin pedalnya"
"ya, 20 ribuan biasanya kalau ngebenerin pedal mah"

Dan karena bantuan uang mereka berdua lah, ayahku punya pedal baru. Tak kepayahan pergi kesawah, tak menambah luka di kakinya, dan pulang kerumah dengan tepat waktu.
Bantuan yang sangat berharga, jika menengok keadaan ekonomi keluarga kami saat itu.

Keterangan :
1 suatu tempat diantara jatitujuh, majalengka dan Pangkalan pari.

Sejak saat itulah, saya sangat ingin membalas perbuatan baik mereka. namun menemukan mereka jelaslah hal yang sangat tidak mungkin. Karena tak ada apapun yang ku ketahui tentang mereka.

Hal yang bisa kupetik hanyalah bahwa mereka telah mengajarkan, dan memberikan contoh padaku untuk selalu berbuat baik, dan membantu orang lain. bahkan yang tidak kita kenal sama sekali. sebuah contoh yang masih selalu ku pelajari, karena ternyata penerapannya tak semudah teori di dalam hati.

26 Juli 2014
Di selimut Hujan langit Indramayu.
Kutuliskan ini, untuk mengenang betapa aku mengagumi ayahku.

Baca Juga :
Daftar Isi Blog

Beri Artikel ini Plus 1 :

1 comment:

  1. Suka bung dengan gaya Kilas Balik anda.
    Trus bisa dapet 2 cerita sekaligus!

    Bravo!

    ReplyDelete

Entri Populer


Mau punya buku tamu seperti ini?
Klik di sini

Kumpulan Link